Sabtu, 02 November 2013

Cinta di penghujung senja




Firman :
Tak pernah terbayangkan oleh ku di usia ku menjelang senja ini, aku justru duduk di kursi pesakitan, didepan majelis hakim pengadilan agama. Suci istri ku yang telah kunikahi hampir 30 tahun lebih menggugat perceraian atas diriku. Dalam diamnya ternyata dia menyimpan semua kekesalan hatinya atas perselingkuhanku selama ini, yah,,aku sudah menghianatinya lebih dari sepuluh tahun, sejak aku membeli sebuah mobil hasil dari tabungan yang di kumpulkan istri ku, bukannya aku pergunakan mobil itu untuk membahagiakan anak dan istriku, tapi aku justru memulai petualangan ku dengan perempuan lain. Pagi ini aku melihat suci begitu cantik di mataku dengan gaun panjang berwarna jingga, yah warna yang begitu dia sukai. "jingga itu warna sunset, warna yg indah untuk sebuah perpisahan"  begitu yang pernah dia katakan kepadaku sewaktu berpacaran dulu. entah kenapa kenagan-kenagan indah bersama suci tiba-tiba saja mengalir deras. mata ku nanar menatap tubuh kurus nya, meski berbalut gaun indah guratan kesedihan di matanya masih terpancar jelas. Tuhan, aku lupa kapan terakhir kali memujinya rasanya hampir tak pernah aku mengatakan dia cantik, tapi pagi ini aku begitu ingin memeluk tubuh kurusnya, aku ingin sekali mengatakan betapa cantik dan anggunnya dia. Bunyi ketukan  palu hakim tiba-tiba mengagetkan aku, aku tak mampu berkata-kata, lidah ku keluh dan bumi yang kupijak seperti melayang. dalam hitungan detik aku sudah menjadi seorang duda. aku hanya terduduk lemas di kursi ku, sementara suci berjalan keluar dengan santai tanpa menoleh sedikitpun kepada ku. terbayang aku kan menjalani sisa usia ku dalam kesepian, tanpa senyuman dan belaian seorang istri. Istri..?? masih layakkah aku menyebut kata itu? rasanya penyesalanku sudah tak berujung.


Suci:
Pagi ini ada rasa sukacita dan dukacita yang saling bergelora dalam dada ku, sukacita karena akhirnya aku bisa menumpahkan semua duka dan kesedihan yang ku pendam selama hampir sepuluh tahun ini. aku hanya menunggu kedua anakku siap untuk hidup sebagai keluarga yang tak utuh. hal terberat dalam hidup ku sudah aku lalui, memberitahukan gugatan cerai ku atas diri ayah mereka. karena mereka sudah berkeluarga mungkin mereka sudah paham akan arti sebuah penghianatan dan perselingkuhan. duka terdalam yang selalu aku simpan akhirnya dapat aku ungkapkan dan aku selesaikan. aku tak berani beradu pandang dengan mas firman, karena aku tahu di dasar hati ku terdalam cinta itu masih ada, cinta yang tercabik-cabik oleh sebuah penghianatan namun masih aku simpan dengan utuh. aku tahu dia pasti kecewa aku tahu dia pasti menyesali semuanya tapi apa hendak dikata, hati rapuh ku tak sanggup lagi menyimpan semua duka ini. hati ku perih saat melihat butiran air mata itu mengalir di wajah tuanya. aku ingin menghapus nya dengan tangan ku dan mengatakan "semua akan baik-baik saja walaupun kita terpisah" ingin rasanya menggenggam dan mencium tangan orang yang begitu aku hormati seperti dulu waktu masih bersama, tapi hatiku tak sanggup. entah kenapa kebencian yang menggunung selama bertahun-tahun ini mendadak luluh air mata ku menggantung di kelopak mata . aku berlalu begitu saja membawa derai air mata ku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar